Tangerang, KlikberitaTV.com-Rakyat Indonesia selalu terikat oleh hukum sehingga keseimbangan dan keadilan harus ditegakkan. Hakikatnya rakyat harus tunduk pada hukum agar keserasian serta ketertiban tetap aman selama kehidupan berlangsung. Untuk membuat peraturan tersebut dibutuhkan pemimpin yang relevan dan tidak egois dalam mengatur hukum. Oleh karena itu kaderisasi terhadap pemimpin sangat penting guna mencegah hal-hal yang tidak menyejahterakan rakyat. Kepemimpinan dan Kaderisasi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Kaderisasi yang berkualitas akan menghasilkan Pemimpin-pemimpin yang tentunya berkualitas juga.
Kaderisasi Partai Politik adalah suatu proses politik untuk menciptakan kader atau pemimpin yang berkualitas untuk menduduki bangku-bangku pemerintahan Indonesia. Kaderisasi Partai Politik ini harus memastikan bahwa orang yang dipilihnya dari seleksi merupakan orang yang layak dan loyal untuk membangun Partai Politik itu sendiri.
Kaderisasi sangat penting dilakukan Partai Politik karena itu merupakan hal pokok dalam perjuangan Partai Politik itu di masa depan. Dari kaderisasi partai politik itulah yang akan meningkatkan kualitas Partai tersebut. Namun dengan maraknya fenomena calon tunggal,
ini menunjukan betapa lemahnya Kaderisasi Partai Politik di Indonesia.

Partai Politik seharusnya mempersiapkan calon-calon pemimpin dengan baik sesuai dengan putusan MK Nomor 60/PPP-XXII/2024 yang mengubah batas pencalonan Kepala dan Wakail Kepala Daerah. Melalui putusan tersebut, memberikan dampak pada jumlah calon tunggal dalam Pilkada 2024. Pilkada pada tahun 2017 hingga 2020 tercatat memiliki 50 pasangan calon tunggal di berbagai daerah. Faktor yang mempengaruhi ini sangat kompleks yaitu mulai dari Partai Politik yang tidak siap dengan pengkaderan hingga masalah Internal Partai Politik itu sendiri. Berdasarkan data KPU RI pada tanggal 23 September 2024, dari seluruh wilayah di Indonesia terdapat 37 wilayah yang memiliki calon tunggal di Pilkada 2024. Wilayah yang memiliki calon tunggal terbanyak yaitu Jawa Timur dengan total 5 daerah seperti Trenggalek, Ngawi, Gresik, Pasuruan dan Surabaya. Meskipun ada penurunan pada jumlah calon tunggal, beberapa pihak menilai implementasi dari putusan ini harusnya lebih optimal dan signifikan. Putusan ini menekankan bahwa Partai Politik harus lebih serius dalam mengembangkan karakter kader-kader mereka agar siap menjadi pemimpin yang berkualitas bagi bangsa.
Partai politik diharapkan lebih ketat dalam selektif calon-calon dan memilih figur yang berpotensi besar untuk menduduki posisi kepala daerah. Partai politik tidak hanya memenuhi syarat administratif tapi juga harus mempersiapkan kader dengan kompetensi yang sangat cukup dalam bersaing. Kompetisi yang sehat akan memungkinkan bagi masyarakat untuk memiliki lebih banyak calon pemimpin sehingga dari kompetisi ini juga akan meningkatkan dan mendorong kualitas kader yang lebih tinggi sehingga pengelolaan politik lebih profesional. Partai Politik juga akan lebih bertanggung jawab dalam mengelola kaderisasi dan mengurangi dominasi calon tunggal. Rakyat akan menilai bahwa partai politik benar-benar bekerja untuk mengkader sehingga menciptakan pemimpin yang berkualitas tinggi. Rakyat juga akan percaya terhadap proses politik dan partai politik itu sendiri. Namun faktanya keberhasilan proses pengkaderan ini memiliki beberapa faktor yang signifikan. Berikut faktor-faktor yang menyebabkan Kaderisasi belum optimal sehingga menimbulkan Fenomena Calon Tunggal :
1,Kaderisasi partai politik banyak yang belum optimal dalam mengimplementasikan sistem kaderisasi yang efektif.
Keefektifan ini sangat terlihat pada bagian persiapan calon pemimpin yang layak bersaing. Ini sangat mencerminkan bahwa Kaderisasi dilakukan hanya sebagai formalitas saja. Formalitas ini dilakukan tanpa memandang bahwa pengembangan yang signifikan seharusnya memang ada didalam diri kader-kader tersebut, rakyat akan menilai bahwa tidak ada pengembangan kompetensi yang lebih dalam pada calon pemimpin tersebut. Di berbagai daerah, Partai Politik lebih fokus terhadap figur yang sudah populer dibandingkan membangun Kader baru yang lebih kompeten dari Internal Partai itu sendiri. Partai Politik menganggap bahwa figur yang populer akan meningkatkan kualitas finansial dan infastruktur karena memiliki daya tarik yang meningkatkan kepopularitas tersebut.
3,Keterbatasan sumber daya partai kecil.
Partai Politik yang kecil tentu memiliki keterbatasan finansial dan infastruktur sehingga kurang optimal dalam mengkader calon-calon tersebut. Partai kecil seringkali memiliki akses yang terbatas terhadap sumber pendanaan baik dari donatur individu maupun sponsor bisnis. Sehingga mereka kesulitan dalam melakukan kampanye yang efektif dan menjangkau pemilih yang lebih luas. Hal ini akan memperburuk situasi calon tunggal karena partai-partai kecil tersebut sulit menghasilkan calon kuat yang mampu bersaing dengan partai-partai yang lebih besar. Sehingga di beberapa daerah, calon dari partai yang lebih besar akan mendominasi sehingga partai kecil tidak mampu menyiapkan calon yang kompetitif.
Minimnya keterlibatan anggota dalam Partai Politik Ini merupakan faktor yang paling kuat diantara semua faktor karena merupakan semua inti permasalahan calon tunggal. Banyak partai yang tidak mampu membangun rasa kepemilikan antara anggota sehingga mengalami kurangnya keterlibatan dalam kegiatan Kaderisasi. Partai ini cenderung tidak termotivasi untuk berpartisipasi dalam proses pengembangan diri. Partai dinilai kurang memberikan kesempatan kepada anggota untuk terlibat dalam mengambil keputusan dan perencanaan kegiatan Kaderisasi. Sehingga tidak terciptanya saluran komunikasi yang efektif dan transparan disetiap anggota Kaderisasi. Pengimplementasian hubungan personal antara pengurus partai harusnya lebih memahami kebutuhan dan aspirasi Kader-kader sehingga meningkatkan rasa kebersamaan dan membantu anggota Kaderisasi untuk lebih mengekspresikan diri, baik melalu diskusi, forum maupun kegiatan lainnya.
4,Keterbatasan jaringan dan akses informasi Partai Politik serta kurangnya pengalaman dalam Kaderisasi.
Partai Politik yang tidak memiliki relasi yang luas seringkali kesulitan dalam menemukan kader yang berkualitas. Keterbatasan informasi tentang calon yang potensial membuat partai terpaksa mengandalkan calon yang sudah ada sehingga meningkatkan kemungkinan Calon Tunggal. Kurangnya jaringan yang luas tersebutlah yang menyebabkan partai tidak memiliki pengalaman dalam menjalankan Kaderisasi yang efektif. Partai cenderung kesulitan dalam mengidentifikasi dan melatih kader yang memiliki kemampuan dan visi yang jelas. Akibatnya yaitu tidak ada calon yang memiliki kompetensi yang memadai. Pengalaman pada Partai itu juga akan menginspirasi dan memotivasi anggota Kader yang baru dalam proses Kaderisasi sehingga menurunnya calon pemimpin yang siap. Keterlibatan pemimpin dalam mengembangkan kader ini sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih mendukung sehingga terjadi kesinambungan Kaderisasi terhadap Calon-calon pemimpin. Partai yang tidak dapat menyesuaikan minat calon Kader-kader yan baru akan kesulitan dalam proses penyaringan Kaderisasi tersebut. Ketidakrelavanan iniakan menyebabkan lemahnya dukungan terhadap calon yang diusung sehingga mendorong partai untuk tetap mengandalkan calon tunggal.
Dengan memahami faktor-faktor tersebut harusnya Partai Politik dapat mengambil langkah-langkah yang lebih efektif untuk memperbaiki proses kaderisasi pada Parta Politik mereka sendiri. Ini juga akan membantu menciptakan calon yang lebih kompetitif dan mengurangi fenomena cakon tunggal dalam Pemilihan Umum maupun Pemilihan Kepala Daerah.
Penulis : Zahra Juliana Wulandari
( Mahasiswa Pengantar Ilmu Politik Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa )